hancau.net – Menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan jauh di negeri orang memiliki keunikan tersendiri dan bukan perkara mudah. Apalagi ketika bulan Ramadan tahun ini jatuh di musim panas di mana matahari betah berlama-lama sehingga menyisakan malam hanya beberapa jam saja.
Selain suhu udara bisa mencapai 40 derajat celcius, waktu berpuasa di musim panas menjadi lebih lama, sekitar 17 jam.
Berikut ini cerita dari seorang mahasiswa Indonesia Muhammad Masri, yang tinggal di Budapest, Hongaria.
“Senang, karena bulan Ramadan adalah bulan yang selalu ditunggu-tunggu, kemudian juga walaupun ini adalah pengalaman kedua aku berpuasa di Hongaria, tapi aku masih excited untuk berpuasa di sini. Suasana bulan puasa di sini kurang terasa, karena memang jumlah muslimnya sedikit. Jadi gak ada pasar Ramadan di sini atau pasar wadai seperti di Banjarmasin.”
“Puasa di sini sekarang lebih berat, karena puasa di sini bertepatan dengan awal musim panas, maka dari itu jam berpuasanya menjadi lebih lama. Kalau puasa pas musim dingin jam berpuasanya bisa lebih singkat. Tantangannya yang lain saat berpuasa di sini, letak mesjid jauh banget. Jadi, tarawih biasanya jam 10 malam, dan karena letak mesjid yang jauh pas pulang tarawih sudah jam 1 malam dan sudah harus siap-siap sahur, sementar subuh sekitar jam 3 jadi cuma punya waktu 2 jam lah untuk bisa siap-siap sahur. Puasa di sini sekitar 17 jam, subuhnya jam 3 pagi dan maghrib nya jam 8 malam.”
“Cobaan yang berat lainnya saat berpuasa di sini, karena di sini musim panas. Jadi banyak orang pakai baju yang pendek, puasa harus jaga pandangan juga. Selain itu, hati-hati ngiler karena saat cuaca panas melihat orang makan es krim.”
“Orang-orang Hongaria sendiri mereka sangat toleran. Misal temanku orang Hongaria bertanya apakah tidak apa-apa jika dia makan dan minum dihadapanku. Dosenku juga pas bawa kue buat dimakan di kelas, dan dia tau ada 3 orang yang sedang berpuasa dia langsung ambil tisu buat dibungkus kuenya suruh bawa buat nanti buka puasa katanya.”
“Hal yang paling dikangenin saat Ramadan gini yang gak ada di Hongaria, ada dua. Pertama itu keluarga, pasti kangen banget buka puasa bareng keluarga, tapi untungnya karena di sini ada teman-teman dari Indonesia juga dan aku satu apartemen dengan mereka jadi masih bisa makan bareng mereka. Lumayan buat nutupin rasa kangen dengan yang di rumah. Kedua, tentu saja makanan, aku kangen sama kolak dan gorengan. Untungnya karena aku tinggal di Budapest, di sini ada KBRI dan setiap hari Jumat ada buka puasa bersama khusus untuk masyarakat Indonesia. Karena itu orang Indonesia yang tinggal di Budapest bisa berkurang rasa kangennya dengan makanan Indonesia saat berpuasa.”
Mahasiswa yang kerap disapa Masri ini juga bercerita bahwa selain dengan cara ikutan bukber bareng di KBRI untuk menutupi rasa kangen makanan Indonesia ia juga sering memasak sendiri namun dengan baha-bahan yang terbatas karena bahan makanan seperti tempe, santan yang khas Indonesia lumayan mahal, ia menggunakan bumbu instan yang dibawanya sendiri dari Indonesia seperti bumbu nasi goreng, opor ayam, rawon, atau soto. “Kadang juga makan mie indomie saat lagi rindu makanan Indonesia”, ungkapnya.
Nama : Muhammad Masri
Nama Panggilan : Masri
Hobi/Kesukaan: Membaca buku, nonton film, jalan-jalan
Pendidikan Sekarang: Universitas Eotvos Lorand, Budapest
Asal: Barabai, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan
Cita-cita: Dosen
Sumber: Wawancara eksklusif Muhammad Masri
Editor: Zulfikar
Editor: Zulfikar