hancau.net – Manusia gerobak. Itulah julukan yang diberikan masyarakat indonesia kepada mereka. Ini menjadi suatu fenomena unik tersendiri di Indonesia, khususnya di Banjarmasin.
Setiap tahun selalu saja tiba-tiba muncul manusia gerobak di pinggir jalan raya. Area yang paling sering kita temui ialah di jalan Brigjend. H. Hasan Basri, Banjarmasin. Seolah menjadi pemandangan keseharian pada setiap momen Ramadan.
Beberapa dari mereka merupakan pemulung yang sengaja mangkal, berharap belas kasih dari para dermawan untuk menyiapkan kebutuhan berlebaran. Ada yang membawa anak-anak.
“Kadang-kadang banyak ai urang melihat sinis, kan kami ini hina”
“Seringkali banyak orang yang melihat dengan tatapan sinis kepada kami, karena kami hina,” ucap salah seorang pemulung yang sering mangkal di depan Komplek Kayu Tangi 2.
Baca juga: Kode Etik, Etika Dalam Berkode, Kode Dalam Beretika
Menurut pakar sosiologi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, fenomena manusia gerobak ini menunjukkan kondisi sosial masyarakat yang sangat memprihatinkan.
Gerobak yang ditampilkan sebagai simbol kemiskinan, agar mendapat simpati dan empati dari masyarakat, khususnya saat momen ramadan dan lebaran.
“Antara simbol-simbol yang digunakan, salah satunya adalah gerobak dan dikaitkan dengan ajaran agama. Jika fenomena seperti ini dimainkan oleh kelompok-kelompok tertentu, maka saya pikir harus ada kejelasan. Dengan kata lain, pemerintah tidak membiarkan fenomena sosial ini berlangsung,” terang Farianoor.
Menyikapi fenomena ini, pemerintah harus dapat memberikan solusi dan tidak mengabaikan keadaan ini. Jika keadaan ini terus berlangsung dapat mengurangi citra Baiman (barasih wan nyaman) kota Banjarmasin yang bermakna bersih dan nyaman. (fix)