hancau.net – Beberapa waktu belakangan, viral sebuah video yang diunggah ke media sosial facebook (bahkan mungkin hingga sekarang). Berisi tentang kegiatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Palangka Raya. Semua tentang kode etik.
Dari sudut pandang video, bisa dipastikan bahwa yang merekam kegiatan tersebut dari pihak posko PSBB setempat. Hal yang membuatnya viral bukanlah kegiatan PSBB, melainkan perlakuan seorang petugas kepada warga sipil.
Dampak Kasus
Video itu menuai kritik keras dari netizen dikarenakan di dalam video tersebut, seorang petugas membentak-bentak seorang warga sipil hanya karena ketidaktahuan serta kebingungannya. Di dalam beberapa komentar netizen ada yang membawa sentimen kesukuan, namun kita tidak akan membahas itu.
Dalam video yang berdurasi kurang lebih 3 menit tersebut. Terlihat jelas seorang bapak-bapak yang kebingungan ketika dirinya disuruh kembali ke rumah dan mengambil masker, kemudian disuruh kembali lagi ke posko tersebut. Pasalnya, bensin yang ada di sepeda motor bapak itu sudah dipastikan tidak cukup untuk bolak balik. Bapak itu pun berkali-kali menjelaskan hal tersebut. Tapi petugas itu tetap saja ‘bertelinga rinjing’.
Dari penampilannya sudah bisa dipastikan beliau adalah kalangan menengah ke bawah yang belakangan diketahui dari video lain beredar bahwa beliau adalah seorang tukang gali sumur (maafkan jika salah).
Terlihat jelas bagaimana perlakuan petugas kepada bapak tersebut. Saya terpaksa menyebutnya ‘tidak beradab dan tanpa etika’. Bukan karena karena adab saya lebih baik, tapi karena yang dihadapi adalah orang yang tidak tahu apa-apa. Sedangkan yang membentak-bentak adalah orang yang tergolong berpendidikan. Seharusnya lebih mampu menggunakan otak dan hati ketimbang emosi dan egoisme semata.
Saya paham kenapa seorang petugas sering marah-marah di depan orang yang sedang diinterogasinya. Ada beberapa kemungkinan di dalam otak saya yang dangkal ini.
1. Petugas tersebut ingin merasa disegani
2. Ingin memberikan efek jera kepada pelanggar
3. Ingin terlihat menonjol di depan atasannya
Ketiga alasan di atas mungkin hanya segelintir alasan di dalam kepala saya yang sisanya tidak bisa dituangkan ke dalam tulisan ini, karena akan semakin ngawur. Namun, ketiga alasan tersebut paling masuk akal di antara alasan lain yang ada di otak saya.
Respon
Respon saya terhadap alasan tersebut ialah, SALAH SASARAN.
Ya, apa yang dilakukan petugas tersebut tidak sepatutnya dilakukannya. Dikarenakan kondisi yang tidak tepat dan objek kemarahan yang kurang pas. Jika seandainya yang dimarahi itu adalah segerombolan anak muda, mungkin saya masih bisa maklum.
Tapi lihat, yang menjadi sasaran kemarahan petugas tersebut adalah seorang warga sipil yang mungkin lebih tua dari dirinya. Terlebih, Orang tua tersebut sedang dalam kesusahan ingin meminjam uang ke rumah saudaranya.
Artinya, desakan ekonomi sudah cukup membebani beliau. Tidak sepatutnya seorang petugas yang seharusnya mengayomi masyarakat berlaku tanpa etika seperti di video tersebut.
Kode Etika
Berbicara soal etika, hampir semua profesi memiliki kode etiknya masing-masing. Mulai dari kode etik wartawan, dokter, guru, pengacara, bahkan peretas keamanan komputer (hacker) pun memiliki kode etiknya.
Jika petugas yang ada di dalam video tersebut seorang polisi, saya jadi bertanya-tanya. Apakah kepolisian tidak memiliki kode etiknya? Dan apakah kode etik tersebut hanya berlaku bagi orang-orang tertentu? Wallahualam.
Terlepas dari profesinya, saya sebenarnya tidak membenci profesinya. Karena, mereka pasti selalu berdalih bahwa itu adalah kelakuan oknum. Jika semua yang berbuat busuk itu oknum, bagaimana jika kebusukan itu terjadi di dalam suatu lembaga secara terorganisir?
Saya tidak membenci polisi secara kelembagaan, hanya saja terlalu sering saya atau mungkin kita melihat kebobrokan yang terjadi di institusi negara tersebut. Polisi sebagai pengayom masyarakat seharusnya mampu berpikir lebih dengan akalnya, bagaimana cara bersikap dan bertindak.
Di dalam pikiran saya, jika undang-undang dasar adalah sebuah kitab suci maka polisilah yang menjadi nabinya. Ia seharusnya menjadi representatif dari pasal demi pasal serta ayat konstitusi negara ini. Bukan malah sebaliknya, dengan bertindak sewenang-wenang dan di kemudian hari mencari pembelaan atas apa yang dilakukannya.
Tulisan ini mungkin terlihat provokatif, tapi inilah yang ingin saya utarakan demi menggunakan hak demokrasi saya sebagai warga negara.(fix)
Tulisan ini hanyalah sekadar opini pribadi bukan karya ilmiah, apalagi produk jurnalistik. Jika ada yang merasa keberatan. Silahkan utarakan opini yang lain. Saya terpaksa menulis ini akibat kegelisahan saya terhadap kejadian yang baru-baru ini terjadi.
[…] Baca juga: Kode Etik, Etika Dalam Berkode, Kode Dalam Beretika […]
[…] Baca juga: Kode Etik, Etika Dalam Berkode, Kode Dalam Beretika […]